Oleh: Paulus Winarto *

           Uphill Climbing_01

Every worthwhile accomplishment has a price tag attached to it. The question is always whether you are willing to pay the price to attain it – in hard work, sacrifice, patience, faith and endurance.

– John C. Maxwell

Pernahkah Anda melihat dalam sebuah kampanye Pilkada, seorang calon pejabat yang terang-terangan mengungkapkan niatnya untuk korupsi ketika ia menjabat nanti? Setidaknya ia akan berkata seperti ini, “Saya akan mensejahterakan Anda semua. Saya akan melayani Anda semua. Inilah program unggulan yang telah saya susun bersama tim saya. Semua ini akan kami kerjakan sungguh-sungguh ketika kami terpilih. Sembari bekerja sungguh-sungguh, tidak lupa kami juga akan korupsi. Pilihlah saya demi masa depan yang lebih baik!”

Sangat tidak masuk akal, bahkan cenderung “gila” atau bahkan “bunuh diri di awal” jika ada kontestan Pilkada yang berani terang-terangan jujur seperti itu. Teringat nasihat bijak dari tokoh bernama Bang Napi, “Ingat! Tindak kejahatan terjadi tidak hanya karena ada niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah!”

Jika kita mau berpikir positif, semua manusia dewasa pada dasarnya ingin berbuat hal yang baik dan benar secara moral. Namun di tengah perjalanan, seringkali godaan itu muncul karena adanya kesempatan. Alhasilnya, niat berbuat jahat pun bisa menyusul dengan otomatis alias tanpa diundang.

Hal yang kurang lebih sama juga kerap terjadi dalam hidup kita. Oh, bukan soal korupsi! Sama sekali bukan! Yang saya maksud adalah umumnya manusia ingin hidup lebih baik di masa mendatang. Ada harapan, “hari esok akan lebih baik daripada hari ini”. Semua itu hal yang sangat wajar, bahkan baik. Siapa sih yang tidak ingin hidupnya menjadi semakin baik dari waktu ke waktu?

Momen penting, seperti akhir tahun, awal tahun atau ketika kita merayakan ulang tahun, biasanya kita akan membuat niat-niat baik atau make a wish. Niat-niat baik itu, antara lain seperti: berhenti merokok, rutin berolahraga, lebih banyak waktu untuk keluarga, lebih berdedikasi terhadap pekerjaan, lebih disiplin waktu, dan masih banyak hal-hal positif lainnya.

Dalam niat baik untuk berubah itu juga seringkali terselip impian akan hari esok yang lebih baik. Misalnya saja, ingin bisa mencicil motor, mencicil rumah, mengganti gadget baru yang lebih bisa menunjang pekerjaan, dst. Intinya, ada hal-hal indah yang ingin sekali kita wujudkan di hari-hari mendatang.

Apakah itu salah? Sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan nilai moral dan agama, tentu saja tidak! Namun yang ironis adalah niat-niat baik itu begitu cepat “menguap” bahkan “lenyap”, seiring pergantian hari. Niat baik itu tinggal kenangan, yang bisa jadi akan terulang kembali di tahun berikutnya. Judulnya ibarat “dari niat baik ke niat baik yang sama saja”.

Niat baik untuk berubah saja tidaklah pernah cukup! Niat baik yang tidak ditindaklanjuti dengan sungguh-sungguh tidak akan menghasilkan apa-apa. Niat baik itu hanya akan menjadi konsep indah alias NACO (no action concept only).

Saya pernah menjadi mentor seorang anak muda yang pintar secara akademik. Sayangnya, masih banyak hal yang harus dibereskan dalam hidupnya. Bukan hanya banyak, tapi buanyakkkk buangeettt! Salah satunya adalah penampilan dengan baju compang-camping dan jaket yang seringkali (mohon maaf) baunya cukup menyegat.

Belum lagi kebiasaannya sejak dahulu kala yang suka tidak komit terhadap janji yang telah dibuat. Ibarat lagu, “Kau yang berjanji, kau yang mengingkari”, begitulah kepribadiannya. Membatalkan janji adalah hal sepele dan sangat mudah baginya. Sama sekali tidak ada rasa bersalah.

Niat mendidik anak muda ini juga saya sampaikan secara terbuka kepada orang tuanya. Tidak hanya soal sikap dan karakter, penampilannya pun saya perhatikan. Salah satu contoh sederhana adalah membelikan atau memberikan busana yang sangat layak pakai. Saya juga membelikannya jam tangan untuk membuat penampilannya semakin baik.

Sayang beribu sayang, jam tangan hanya dipakai di masa-masa awal. Suatu kali saya melihatnya tidak memakai jam tangan. Spontan saya bertanya, “Kok tidak dipakai?” Dengan senyuman disertai  nada bercanda ia menjawab, “Saya ngga biasa pakai jam tangan. Lagipula kan bisa lihat jam di handphone, Pak!”

Hadeuh! Tindakan yang bisa saya lakukan saat itu adalah mengelus dada alias bersabar. Pintar sekali anak ini membuat alasan. Padahal kami berdua sudah komit agar jam tangan itu dipakai terutama kalau ada acara. Kepadanya saya ingatkan kembali komitmen awal. Saya pun menegaskan kepadanya, “Semakin banyak alasan yang kamu buat, semakin terlihat jelas bahwa kamu tidak bisa mengatur dirimu sendiri dengan baik.”

Lagi-lagi terbukti, niat baik saja tidak pernah cukup! Meminjam istilah John C. Maxwell, banyak orang yang memiliki uphill hopes, namun sayangnya mereka juga memiliki downhill habits. Ya, harapan yang begitu tinggi akan hari esok yang lebih baik, harus ditindaklanjuti dengan pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru yang akan menunjang terwujudnya harapan tersebut.

Uphill Climbing_02

Jangan pernah lupa bahwa everything worthwhile is uphill. Jalan menuju puncak selalu mendaki. Konsekuensinya, perjalanan menuju puncak akan melelahkan atau bisa sangat melelahkan. Tidak semua orang bersedia membayar harganya secara penuh. Yang tidak mau membayar harganya, akan ketinggalan di dasar gunung. Yang membayar separuh harga, akan berhenti di tengah jalan!

Sungguh benar kata Maxwell, “There is no such thing as an accidental achievement!”  Tidak ada orang yang bangun pagi lalu tiba-tiba sudah mencapai puncak kesuksesan. Niat baik (good intention) haruslah bertransformasi menjadi tindakan baik (good action). Jembatan di antara keduanya adalah self-discipline.

Self discipline inilah yang menjamin kesuksesan akan bisa terus berlanjut. Self discipline akan menolong kita dalam upaya membuat kebiasaan-kebiasaan baik menjadi pelayan kita (self-discipline makes habit your servant). Self discipline jugalah yang memungkinkan kita bersikap konsisten dalam hidup ini.

Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita sungguh-sungguh mengembangkan self-discipline dalam hidup sehari-hari? Jika belum, jangan heran jika hidup kita masih sama seperti dulu. ***

 

 

* Best Selling Author, Motivational Teacher, Leadership Trainer & Coach The John Maxwell Team. Klik www.pauluswinarto.com.