Oleh: Paulus Winarto *
Keadaan negeri ini memang masih jauh dari sempurna. Kalau cuma mengeluh dan mencaci, orang bodoh pun bisa melakukannya. Rasa sayang kepada Ibu Pertiwi mungkin baru akan muncul ketika kita jauh dari tanah kelahiran. Bukankah kita tidak akan pernah bisa menyangkali bahwa kita adalah anak-anak Nusantara yang berbalut dengan ikatan merah putih?
Ada sesuatu yang tidak biasa saat peringatan hari lahirnya Pancasila, 1 Juni 2012. Jumat siang itu, saya berserta ratusan anak bangsa lainnya sedang berlayar menyusuri Selat Malaka bersama kapal pesiar Voyager of the Seas (Royal Carribbean International). Pelayaran dari Phuket, Thailand menuju Singapore itu menggoreskan tinta sejarah bermakna.
Siang itu, di auditorium mewah kapal pesiar, La Scala, saya mendapat kesempatan berharga untuk berbicara tentang motivasi kerja kepada sekitar 500-an main dealer serta dealer Pazia (distributor acer). Seminar bertajuk Moving Forward with Pazia, mendapat sambutan antusias dari peserta. Namun puncak acaranya bukan di sesi saya melainkan setelah itu.
Adalah Mugi Pangestu, guru musik pada Jaya Suprana School of Performing Arts, yang membuat nuansa nasionalisme saat itu makin bergelora. Mugi memimpin pagelaran musik angklung interaktif yang tidak hanya diikuti oleh rombongan dari Indonesia namun juga menarik perhatian para turis dari berbagai negara yang menjadi penumpang kapal pesiar terbesar di Asia Pasifik itu. Tak hanya itu, kapten kapal berserta cruise director juga turut hadir untuk memeriahkan acara.
Slogan “tidak semua orang bisa bermain musik” siang itu dipatahkan oleh Mugi. Hanya dalam waktu sekitar 7 menit, Mugi bisa mengajak peserta bermain angklung mengikuti instruksi gerakan tangannya. Ada delapan gerakan tangan yang merupakan simbolisasi satu oktaf nada.
Setelah para peserta terhanyut dalam alunan lagu I Have a Dream yang dipopulerkan oleh ABBA dan Westlife, Pendiri MURI (Museum Rekor Indonesia), Jaya Suprana lalu tampil memberikan penghargaan berupa rekor “permainan angklung pertama di kapal pesiar” kepada Presiden Direktur PT Pazia Pillar Mercycom, Yulisiane Sulistiyawati.
Siane –panggilan akrab Yulisiane- mengatakan pagelaran yang disponsori perusahaannya ini adalah wujud kepedulian kepada pengembangan budaya bangsa. Sudah bukan rahasia lagi jika angklung kini telah serius dipelajari oleh berbagai negara. “Ini merupakan upaya memperkenalkan alat musik bambu asli Indonesia ini kepada dunia internasional. Kapal pesiar sengaja kita pilih karena pesertanya dari berbagai negara dan berpotensi menceritakan pengalamannya kepada orang lain,” ujarnya kepada media.
Pada saat bersamaan, Pazia juga meluncurkan aplikasi Pazia Angklung yang bisa di-download gratis di market android (Google Play). Aplikasi ini sebenarnya telah tersedia sejak April lalu. Lewat aplikasi ini, pengguna android dapat memainkan angklung secara virtual dengan cara menyentuh atau menggoyangkannya. “Pengembangan aplikasi ini adalah wujud tanggung jawab sosial perusahaan kami,” ujar Siane.
MENDUNIAKAN ANGKLUNG
Tanggal 16 November 2010 lalu, lembaga dunia UNESCO telah menetapkan angklung sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Sebelum angklung, ada sejumlah pengakuan atas warisan budaya asal Indonesia, seperti keris, wayang dan batik. Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco, Prof. Arief Rachman, seperti dikutip dari Tempo Interaktif mengatakan ada sejumlah catatan yang harus dilakukan pemerintah Indonesia dengan pengakuan itu, yakni kebijakan untuk untuk melindungi, menyebarluaskan, serta mewariskan kepada generasi penerus.
Dengan adanya pengakuan lembaga internasional itu, Indonesia dituntut untuk menjamin kelestarian budaya angklung dan menjadikannya bagian hidup sehari-hari.
Jika berbicara mengenai pelestarian dan pengembangan angklung di tanah air, sulit rasanya tidak menyinggung Saung Angklung Udjo yang bermarkas di Jalan Padasuka, Bandung. Di sini setiap hari digelar pagelaran angklung untuk para tamu dari dalam maupun luar negeri. Bukan hal aneh lagi jika ada turis manca negara yang meluangkan waktu secara khusus untuk belajar berminggu-minggu mengenai seluk beluk angklung di saung ini.
Yang amat menarik, sejak beberapa tahun belakangan ini, angklung telah menempati posisi terhormat baru. Tidak lagi sebatas dimainkan pada berbagai pagelaran atau pertunjukan, namun angklung telah dikemas menjadi bagian dari training motivasi, kepemimpinan dan kerja tim. Jadi, jangan kaget jika suatu ketika Anda mendengar ada training “Angklung For Motivation” atau “Angklung For Leadership and Teamwork”.
Secara pribadi, saya beberapa kali bekerja sama dengan tim Saung Angklung Udjo dibawah koordinasi Kang Yayan Mulyana Udjo (putra alm. Udjo, pendiri Saung Angklung Udjo) untuk menyajikan training yang dipaketkan dengan permainan angklung interaktif. Kang Yayan sendiri kerap mendapatkan undangan untuk bermain angklung di puluhan kedutaan besar di seluruh dunia.
Yang luar biasa, Juli 2011 lalu, Guiness Book of Record memberikan penghargaan atas prestasi Saung Angklung Udjo menggelar acara permainan angklung dengan peserta terbanyak, yakni 5.102 orang di National Park Mall Washington Monument, Amerika Serikat.
Akhirnya, semoga semua upaya ini bisa membuat kita bangga akan ke-Indonesia-an kita. Merdeka! ***
* Best Selling Author, Motivational Teacher and Leadership Trainer. Klik www.pauluswinarto.com.
sepakat pak.. untuk memperbaiki negeri ini tidak cukup hanya mengeluh.. tapi harus memulai untuk bergerak sekarang juga.. salut untuk acaranya.. mohon dukungan juga untuk temen-temen JFC http://www.jemberfashioncarnaval.com
terima kasih
Selamat ya Pak Paulus atas unjuk Inspirasi Bapak di atas kapal pesiar Voyager of the Seas dalam tulisan Nasionalisme dalam Wujud Angklung.
Selamat berkarya terua melayani,
sunjoyo