Oleh: Paulus Winarto *
Transformation can only happen if you have transformational leaders.
– Jim Collins
Ignasius Jonan masih ingat betul kejadian itu. Beberapa bulan setelah menjabat sebagai Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI), ia dan keluarga meninjau arus mudik Lebaran 2009. Saat itu banyak sekali penumpang yang keleleran di stasiun dan tidak mendapat tempat duduk meski sudah membeli tiket. “Papi bagaimana, sih. Kasihan ‘kan mereka. Kalau seperti ini, berarti kerja papi enggak bener dong,” kritik anak Jonan, sebagaimana dikutip dari majalah Intisari (September 2013).
Satu per satu transformasi dilakukan. Mulai dari membersihkan stasiun dan kereta yang kusam, memberikan kemudahan reservasi dan tiket secara online serta memanfaatkan jaringan minimarket, dan seterusnya. Pembenahan SDM juga dilakukan dengan sangat serius. Kedisiplinan dalam melakukan pelayanan ditingkatkan dan dipastikan standarnya. Kini, selain kondisi keuangan perusahaan yang terus membaik, umumnya penumpang kereta api bisa lebih merasakan kenyamanan serta keamanan ketika bepergian menggunakan kereta.
Jonan yang terpilih menjadi Indonesia Best CEO 2014 versi majalah SWA, tak menampik jika semula banyak sekali pihak yang meragukannya. “Ketika saya ditunjuk, kondisi KAI memang jauh dari harapan. Selain kerap merugi, pelayanan pun sering dikritik. Jika ditanya, sebesar apa keyakinan saya menjadikan perusahaan ini lebih baik, saya jawab, tidak tahu. Sebab bagi saya yang terpenting adalah bekerja semaksimal mungkin. Jika gagal, tidak perlu dipecat, pasti saya akan mundur dengan sendirinya,” ujar Jonan yang kemudian dipercaya Presiden Jokowi untuk memimpin Kementerian Perhubungan.
Latar belakang pendidikan sebagai orang keuangan dan karir di dunia perbankan, baginya bukan alasan untuk tidak melakukan transformasi. “Tapi apakah betul antara perusahaan keuangan dan transportasi tidak ada hubungannya? Bagi saya, dua bidang ini justru tidak berbeda jauh. Keduanya sama-sama bergerak di bidang service industry. Subtansinya sama persis yakni pelayanan. Yang berbeda hanya packaging atau kemasannya. Jika bidang perbankan alat pelayanannya produk keuangan, di PT KAI alat pelayanannya gerbong dan kereta. Jadi PT KAI tidak boleh lagi berorientasi ke produk tapi ke pelayanan,” katanya.
Spiritualitas Kepemimpinan Transformatif
Salah satu pemimpin transformatif dalam Alkitab adalah Nehemia yang membangun kembali Tembok Yerusalem. Ketika mendapat kabar tentang Tembok Yerusalem yang telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar, Nehemia mengalami gunjangan. Baginya kabar ini lebih dari sekedar berita buruk. Tembok yang runtuh membuat kota tersebut mudah diserang dan penghuninya akan diolok-olok. Ini jelas merupakan pertanda buruk karena merupakan penghinaan atas nama Tuhan sebagai pemilik kota suci itu.
Kitab Suci mendeskripsikan apa yang selanjutnya terjadi setelah Nehemia mendapat kabar tersebut. Ia kemudian duduk, menangis, berkabung, berpuasa dan berdoa. Yohanes Heryjanto dalam bukunya Menjadi Pemenang (Teladan Emas 12 Tokoh yang Menggetarkan) menggambarkan perasaan Nehemia seperti dicacah, remuk, terbelah dan tercabik-cabik. Ia begitu terluka! Duduk ibarat orang yang baru terkena pukulan atau tamparan yang hebat. Menangis tanda emosi yang bergolak karena kesedihan. Berkabung ibarat orang yang baru saja kehilangan orang yang dikasihi. Berpuasa dan berdoa artinya merendahkan diri, mendekatkan diri kepada Tuhan dan mengakui kesalahan.
Jika ditelaah lebih jauh sebenarnya Nehemia memiliki beberapa masalah saat itu. Ia berada jauh dari Yerusalem (sekitar 700 mil), bangsa Israel juga tidak memiliki keinginan yang kuat dan tidak memiliki material untuk membangun kembali tembok Yerusalem, adanya oposisi yang kuat saat itu. Dan yang terpenting, secara politik Nehemia sebetulnya tidak memiliki otoritas politik yang kuat saat itu.
Andy Stanley dalam bukunya Visioneering menyatakan Nehemia mampu menjaga keseimbangan yang sulit antara berjalan dalam iman dan memimpin dengan strategi. Keyakinannya akan bantuan Tuhan serta pada saat bersamaan ia tidak mengabaikan tanggung jawabnya untuk melakukan apa yang harus dilakukannya.
Sebagai petugas penyedia anggur raja, Nehemia memberanikan diri membagikan masalah yang ada dengan atasannya lalu meminta bantuan raja. Ia juga melakukan investigasi atas masalah yang ada, menemui orang-orang dan melontarkan visinya, ia memotivasi mereka lalu mengorganisir orang-orangnya untuk bekerja sama. Hasilnya, lima puluh dua hari kemudian pembangunan kembali tembok dapat diselesaikan.
Dari cerita di atas, kita bisa melihat adanya benang merah dari mana asal mula lahirnya pemimpin yang transformatif. Salah satunya, saya rasa, dari keprihatinan yang mengguncang relung-relung hati paling dalam. Keprihatinan yang ditindaklanjuti dengan aksi nyata bersama tim yang solid pada akhirnya dapat membuahkan transformasi positif.
Sosok Pemimpin Transformatif
Dalam sebuah sesi training “What Does a Transformational Leader Look Like?”, Guru Kepemimpinan, John C. Maxwell mengatakan, ada 5 karakteristik terpenting dari seorang pemimpin transformatif, yaitu:
1. Mereka melihat hal-hal yang tidak dilihat orang lain (they see things others do not see). Umumnya orang melihat sesuatu apa adanya dan bertanya “Mengapa?”, namun para pemimpin transformatif mampu melihat potensi masa depan dan bertanya, “Mengapa tidak (why not)?”. Dari sinilah visi lahir.
2. Mereka mengucapkan hal-hal yang tidak diucapkan orang lain (they say things others do not say). Para pemimpin transformatif memiliki keberanian untuk mengambil risiko dan keluar dari zona nyaman. Keberanian (courage) adalah sebuah sikap hati yang menular dan membuatnya layak diikuti. Keberanian didasari iman akan mengalahkan ketakutan.
3. Mereka meyakini hal-hal yang tidak diyakini orang lain (they believe things others do not believe). Keyakinan seseorang akan menentukan ekspektasi dan ekspektasi akan menentukan persiapan seseorang. Keyakinan ini ibarat iman (faith) bahwa ia dapat menjadi jawaban bagi sebuah permasalahan.
4. Mereka merasakan hal-hal yang tidak dirasakan orang lain (they feel things others do not feel). Pemimpin transformatif selalu bersemangat. Ia penuh dengan passion! Ia bersemangat terhadap hidup dan apa yang sedang dikerjakannya.
5. Mereka melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan orang lain (they do things others cannot do). Pemimpin transformatif akan menjadi agen perubahan. Mereka melakukan sesuatu yang usianya bisa melampaui usia karir bahkan usia hidup mereka di dunia ini.
Sudah siapkan Anda menjadi pemimpin transformatif, dimulai dari lingkungan terkecil tempat Anda berada saat ini? ***
* Best Selling Author, Motivational Teacher, Leadership Trainer & Coach The John Maxwell Team. Klik www.pauluswinarto.com.
Great article Brother Paulus. Let’s become a transformative leader. God bless you!