Oleh: Paulus Winarto *

           

I wanna run to You, I wanna run to You. Won’t You hold me in your arms and keep me safe from harm? I wanna run to You but if I come to You, tell me, will You stay or will You run away?

–       Whitney Houston

 

Kehidupan rumah tangganya bagaikan kapal pecah. Keributan terjadi hampir setiap hari. Itulah yang dialami selama tiga tahun pernikahan Yosi, seorang perwira di kepolisian. Bagaimana tidak, sang istri yang begitu setia tentu sakit hati ketika mengetahui sang suami berselingkuh. Tidak hanya itu, sang suami juga terjerumus narkoba dan sempat masuk kategori lalai dalam melaksanakan tugasnya sebagai abdi negara.

Merasa jenuh dengan kehidupan seperti itu, Yosi kemudian merenung. Ada kehampaan luar biasa dalam dirinya. Ia seperti orang yang mengalami depresi. Pada saat bersamaan, seorang teman mengajaknya untuk pergi ke gereja. Secara perlahan namun pasti pemulihan terjadi. Terlebih setelah Yosi mengikuti Camp Pria Sejati di mana ia disadarkan tentang bagaimana ia seharusnya berfungsi layaknya seorang bapa atau imam dalam keluarga.

 

Rekonsiliasi dengan pasangan hidup mulai terjadi. Proses pertobatan memang tidak mudah. Terlebih Yosi pada masa awal-awal pertobatan masih sering berkompromi alias membuka celah bagi terjadinya hal-hal negatif. Misalnya dari sekedar menemani teman-temannya berkaraoke, ia kemudian diberikan wine yang telah dicampur obat tertentu. Alhasil, ia kembali jatuh dalam dosa yang sama.

 

“Tuhan sungguh baik. Saya diberikan kesempatan sekali lagi dan saya bersyukur karena memiliki istri yang luar biasa. Tuhan siapkan hati istri saya sehingga ia bisa menerima saya apa adanya. Saya mengakui semua dosa saya kepadanya. Pada waktu yang tepat keluarga kami dipulihkan Tuhan!” kenang Yosi.

 

Tahun demi tahun berlalu tanpa kehadiran buah hati namun pada usia pernikahan yang ke sebelas, Tuhan memberikannya hadiah istimewa berupa anak kembar. “Saya ingin totalitas dalam mengikuti Tuhan. Sekarang saya sungguh bersemangat dalam menjalani hidup dan punya beban untuk ikut serta membantu pemulihan keluarga yang bermasalah,” begitu komitmennya.

 

Baginya ada 3 hal penting agar perubahan sungguh terjadi yaitu perjumpaan pribadi dengan Tuhan, komunitas yang baik serta memegang prinsip secara teguh. “Jangan kompromi atau buka celah,” katanya sambil tersenyum.

 

Lain lagi kisah Hendra –bukan nama sebenarnya. Pengusaha besar di bidang peternakan ayam ini sempat mengalami stres luar biasa lantaran penyakit flu burung beberapa tahun lalu. Sudah tidak terhitung jumlah ayamnya yang mati. Itu artinya ada begitu banyak kerugian ekonomi yang dideritanya.

 

Suatu sore, ia berbincang-bincang dengannya. Saya kemudian menyarankan agar ia menyempatkan diri berkunjung ke sebuah panti asuhan di kotanya, “Kalau bisa Bro bawa sembako atau apalah seikhlasnya aja namun setelah Bro memberikan bantuan, jangan langsung pulang ya. Ambil waktu untuk bermain dengan anak-anak di panti asuhan itu selama beberapa jam. Sejenak lupakan dulu urusan bisnis Bro.”

 

Beberapa waktu kemudian, kami bercakap-cakap di telepon. Rupanya ia melakukan apa yang saya sarankan. Nada bicaranya kini lebih ceria. “Paulus, ternyata saya masih jauh lebih beruntung daripada anak-anak di panti asuhan ya,” ujarnya. Optimisme muncul. Kini usahanya terus berkembang, bahkan merambah bidang lainnya.

 

 

Di Balik Sikap Bersyukur

 

James Mac Donald dalam bukunya “Lord, Change My Attitude”, mengutip berbagai hasil penelitian yang menunjukkan korelasi antara sikap bersyukur dengan hidup lebih tenang, bahagia serta sehat.  Tentu rasa syukur yang diungkapkan haruslah rasa syukur yang tulus atau keluar dari hati yang paling dalam. “Kalau manusia saja tidak menghargai rasa syukur yang tidak tulus, bayangkan apakah Tuhan juga menghargainya?” tulis James.

 

Singkat cerita, para peneliti menemukan bahwa sikap bersyukur merupakan sumber kesehatan dan kesejahteraan pribadi. Berikut adalah beberapa hasil kajiannya:

 

  • Berhubungan dengan stres. Sebuah kajian yang dilakukan di bagian utara California menunjukkan bahwa “Umat yang menyembah Tuhan di daerah Pantai Barat yang sering berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas yang disponsori gereja jelas menunjukkan mereka hanya mengalami sedikit stres dalam hal keuangan, kesehatan dan masalah lain dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki kehidupan spiritual.”
  • Berhubungan dengan tekanan darah. Sebuah kajian yang dilakukan Universitas Duke membuktikan bahwa manula yang menghadiri kebaktian di gereja, berdoa, dan membaca Kitab Suci secara teratur memiliki tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan dengan manula yang tidak memiliki kebiasaan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
  • Berhubungan dengan proses pemulihan setelah operasi.  Universitas Duke melakukan penelitian terhadap para pasien yang memiliki iman kepada Tuhan dan sedang menjalani proses pemulihan setelah operasi. Pasien yang memiliki iman, kepercayaan dan selalu bersyukur kepada Tuhan menghabiskan rata-rata sebelas hari di rumah sakit, setelah operasi. Sedangkan pasien yang tidak memiliki kehidupan berdasarkan iman, menghabiskan rata-rata dua puluh lima hari di rumah sakit, setelah menjalani operasi.
  • Berhubungan dengan gaya hidup pribadi. Beberapa kajian membuktikan kehidupan yang dipenuhi nilai spiritual berhubungan erat dengan rendahnya angka bunuh diri, konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat yang lebih sedikit, angka kriminal yang rendah, angka perceraian yang lebih sedikit, dan kesejahteraan perkawinan yang lebih tinggi. Ini terjadi akibat mereka secara teratur selalu mengucap syukur kepada Tuhan.
  • Berhubungan dengan depresi. Menurut kajian Universitas Columbia, perempuan yang dilahirkan dari ibu yang percaya kepada Tuhan, kecenderungan mereka menderita depresi setelah meninggalkan rumah orang tuanya 60 persen lebih rendah. Anak-anak perempuan yang memiliki iman kepercayaan yang sama dengan ibu mereka 71 persen lebih kecil menderita depresi. Sedangkan anak laki-laki memiliki kecenderungan 84 persen lebih sedikit dalam mengalami krisis kehidupan jika mereka memiliki iman kepercayaan yang sama dengan ibu mereka.
  • Berhubungan dengan angka kematian. Riset terhadap lebih dari  1.900 orang menunjukkan bahwa mereka yang rutin pergi ke rumah ibadah secara teratur memiliki angka kematian yang lebih rendah.

 

Secara pribadi saya sangat terkagum-kagum dengan hasil penelitian tersebut. Ternyata kehidupan yang luar biasa dibangun atas dasar pondasi iman yang kuat kepada Tuhan dan ditunjukkan dengan rasa bersyukur serta percaya bahwa selalu ada hal-hal baik di setiap kejadian yang buruk. Sebagian orang awan menyebutnya dengan hidup yang berpengharapan. Ya, berharap masih ada hari esok yang lebih baik. Ketika hal-hal buruk terjadi, mereka tetap berlari kepada Tuhan (run to God) untuk mencari perlindungan. Dalam susah maupun senang, tetap ingat Tuhan.

 

Sebaliknya mereka yang terperosok pada sikap mengeluh, akan selalu merasa berada di padang gurun kehidupan tanpa pernah memiliki secercah sinar optimisme dalam hatinya.

 

Bagaimana menurut Anda? ***

 

* Best Selling Author, Motivational Teacher and Leadership Trainer. Klik www.pauluswinarto.com