Hidup ini akan terasa amat indah jika diarahkan sepenuh hati dan jiwa menuju Tuhan. Salah satu cara untuk mencapai Tuhan adalah melalui beragama. Artinya, agama adalah jalan menuju Tuhan tapi agama bukan tuhan. Agama, kata seorang teman, ibarat tiang. Kalau kita merasa kokoh memegang sebuah tiang, maka kita tidak akan berpindah ke tiang lainnya.

Lagipula, rasanya tak ada kitab suci satu agama pun yang memberikan penjelasan secara amat jelas tentang siapa itu Tuhan. Tuhan adalah misteri yang Maha Agung. Kitab suci hanya memberikan petunjuk – petunjuk tentang Tuhan. Misalnya Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Rahim, Maha Adil, dst.

Dalam ajaran Kristiani, Tuhan disapa Bapa. Tapi, seperti sudah saya kemukakan di bagian depan buku ini bahwa Tuhan bukan laki – laki. Bapa hanyalah sebuah pendekatan bahwa Tuhan itu seperti seorang Bapa Yang Baik. “Adakah seorang daripadamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti? Atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak – anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya,” begitu sabda Yesus dalam Matius 7: 9 – 11.

Maka, saya terkadang amat sedih melihat orang berani menghakimi orang lain dengan mengatakan kafir, sesat, dsb. Bukankah diri sendiri belum tentu benar? Saya sendiri pun belum tentu benar. Kalau mau jujur, umumnya kita memeluk agama karena faktor orang tua (keturunan). Bukan pilihan bebas kan?

Yang lebih sedih lagi, kalau saya melihat orang pindah – pindah agama dengan alasan yang kadang sepele. Misalnya, karena harus ikut suami (kalau tidak, tidak boleh nikah), atau supaya naik jabatan. Yang lebih gila, kalau pindah agama dengan alasan supaya bisa kawin lagi. Agama dipakai sebagai pembenaran untuk memuaskan nafsu birahi ala binatang yang seks maniak. O, seram! Padahal, saya amat yakin tidak seperti itu maksud agama tertentu mengijinkan umatnya untuk kawin lagi. Bukankah syaratnya harus bisa berlaku adil? Kalau istri pertama tidak setuju, apakah itu adil?

Agama bukan pakaian yang bisa kita ganti – ganti seenak udel kita. Tak sedikit pasangan suami – istri yang hidup rukun meski berbeda agama. Mereka melihat agama hanya sebagai jalan menuju Tuhan. Agama bukan tuhan. Konon, jika orang berpandangan jernih, maka ia seperti berdiri di puncak piramida dan melihat bahwa semua agama yang baik akhirnya bertemu di Titik Puncak Piramida yaitu Yang Hakiki.