Oleh: Paulus Winarto *

          Jelang Operasi Amandel Timo

Pada dasarnya setiap orang bisa menjadi motivator karena motivator adalah fungsi, bukan profesi.

 

Siapa sesungguhnya para motivator? Apakah mereka yang tampil di panggung dan bicara dengan nada berapi-api untuk menyemangati audiens? Atau seorang pelatih sepak bola yang tengah berusaha keras membangkitkan rasa percaya diri para pemainnya menjelang pertandingan berlangsung?

Ya, pertanyaan, siapa sesungguhnya para motivator itu kembali mengusik hati dan pikiran saya, akhir tahun 2017 lalu. Tepatnya, Selasa 19 Desember 2017. Pagi ini, Putra kami, Timothy Stanley Winarto (9 tahun, kelas 4 SD) harus menjalani operasi amandel. Sekitar jam 7 pagi, saya, istri, ayah dan ibu mertua serta Timo (nama panggilan Timothy) telah tiba di ruang One Day Surgery (ODS), RS St. Borromeus Bandung.

Di ruang ODS itu, Timo sudah mulai menunjukkan kecemasannya. Ini adalah hal yang sangat wajar. Kami semua coba untuk menghibur dan menenangkannya. Tidak lupa, kami semua ikut berdoa sungguh-sungguh demi operasi Timo. “Setelah operasi, Timo sudah boleh makan ice cream,” begitu salah satu manfaat langsung operasi yang kami katakan padanya.

Sesungguhnya, operasi adalah jalan terakhir yang kami tempuh setelah hampir setahun upaya membuat amandel Timo mengecil dengan pengobatan alternatif tidak terlalu membuahkan hasil maksimal. Sejak awal 2017, dokter anak yang biasa merawat Timo (dr. Sandjaja Soetadji) telah menyarankan agar operasi amandel segera dilakukan. Pasalnya, amandel Timo terlalu besar. Sedikit kena rangsangan saja, seperti minuman dingin, maka ia akan langsung demam.

Sewaktu masih duduk di kelas 3 SD, guru kelas Timo (Pa Theodorus Elfanto Wara) sempat berbicara dengan saya dan mengatakan, “Kenapa Timo akhir-akhir ini sering sakit panas?” Hampir setiap bulan, kegiatan belajar Timo di sekolah terhenti akibat demam yang timbul. Kadang mencapai 40 derajat celcius. Akibatnya, ia harus berbaring di kasur ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah). Timo pun menjadi pelanggan tetap dokter anak.

Namun, saran untuk segera dioperasi sempat tertunda. Saya dan istri mencoba mencari jalan lain. Sempat berbulan-bulan kami memberikannya ramuan tanaman obat Lamandel. Ramuan berbentuk serbuk yang dilarutkan dalam 150 ml air ini dikonsumsi Timo 2 kali sehari, yaitu pagi dan malam. Hasilnya memang ada. Ia jadi jarang ke dokter.

Ramuan Lamandel juga telah terbukti manjur mengobati amandel pada banyak orang, termasuk anak Kang Maulana, tukang sayur yang biasa berjualan di kompleks kami. Sayangnya untuk kasus Timo, kenyataan berkata lain. Ramuan Lamandel hanya mampu mencegah Timo tidak mengalami demam selama lebih dari 6 bulan namun amandelnya tidak kunjung mengecil.

Akhir Oktober 2017, Timo kembali demam tinggi. Lagi-lagi dr. Sandjaja menegaskan satu-satunya solusi medis terbaik: operasi. Akhirnya, saya dan istri pun sepakat dilakukan operasi. Kami agak sedikit tenang karena secara finansial ada asuransi untuk Timo. Kami lantas mencari waktu yang tepat, yaitu setelah Ujian Akhir Semester (UAS).

Setelah berkonsultasi dengan dokter THT (Telinga Hidung Tenggorakan), dr. Nur Akbar Aroeman disepakati operasi akan dilakukan 19 Desember 2017. Dokter Nur juga mencoba menguatkan Timo agar tidak takut. Harus diakui, menghilangkan rasa takut pada diri Timo memang membutuhkan proses dan kesabaran.

Kembali ke cerita di ruang ODS, suster kemudian mengabarkan bahwa operasi akan sedikit tertunda karena dokternya sedang rapat. Waktu yang ada pun kami pakai untuk ngobrol dengan Timo. Sempat juga kami foto bersama.

Menit demi menit berlalu, suster pun meminta Timo mengganti bajunya dengan baju operasi. Saat itulah suasana tegang kembali muncul. Istri saya kemudian memeluk Timo sambil terus menghiburnya. Kemudian saya pun merangkul dan memeluknya. Timo menangis tersedu-sedu. Saya pun ikut terharu. Momen ini sempat diabadikan oleh istri saya melalui kamera ponsel saya.

Motivator_Operasi Amandel Timo

Foto ini kemudian saya tambahkan sedikit teks dan saya upload ke Instagram (IG). Teks yang saya tambahkan itu adalah:

Pada dasarnya motivator bukanlah profesi tapi fungsi.

Saat-saat seperti ini, seorang ayah harus bisa menjadi motivator bagi putranya.

Ragam responnya mulai bermunculan, antara lain:

  • Pelukan ayah sangat menguatkan dan membuat rasa aman.
  • Semangat Pak.
  • Oom dan tante ikut peluk Timo juga dari Salatiga.. Smangat Timo!
  • Cepat sembuh Timo.
  • I can see how big father’s love for his son! Father existence is very important for confronting the brutal facts, like this moment!

Sekali lagi, terima kasih atas semua respon positif tersebut.

Waktu terus berlalu dan akhirnya tibalah juga sang dokter. Jam tangan menunjukkan pukul 9 pagi, panggilan segera masuk kamar operasi disampaikan oleh suster. Semuanya larut dalam haru. Istri saya sempat ikut mengantar Timo masuk. Kami semua kembali tunduk dan berdoa demi kelancaran operasi.

Puji syukur kepada Tuhan, operasi berlangsung lancar. Tidak sampai sejam, Timo sudah keluar dari kamar operasi lalu dipindahkan ke kamar perawatan (opname). Ia kemudian menjalani rawat inap selama semalam. Terlihat juga rasa kasih dari sang kakak, Priscilla Natali Winarto (12 tahun, kelas 7) yang ikut menemani dari pagi sampai malam di kamar opname. Priscilla juga terus menghibur Timo.

Kisah pemulihan Timo pasca operasi juga agak unik. Jika pasien lain membutuhkan waktu hanya sekitar 5 hari untuk kesembuhan luka pasca operasi amandel, Timo membutuhkan waktu sekitar dua kali lebih lama. Pasalnya, lukanya belum pulih dan Timo mengalami demam. Salah satu penyebabnya, setelah operasi ia irit minum. Bahkan beberapa hari setelah pulang ke rumah, ia minum tak sampai 500 ml air putih dalam sehari.

Rencana mudik dan berlibur kami sempat tertunda. Semua demi kesembuhan total Timo. Selasa, 26 Desember 2017, kami membawa kontrol ke dr. Nur Akbar. Kami juga direkomendasikan menemui dr. Sandjaja untuk konsultasi lebih lanjut. Diagnosa menunjukkan luka pasca operasi belum benar-benar sembuh sehingga dokter memustukan untuk menaikkan dosis antibiotik.

Kamis, 28 Oktober 2017, kami pun mudik ke kampung mertua di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Perjalanan darat lewat jalur selatan itu kami nikmati meski ada juga kesedihan ketika berhenti makan di Warung Jeruk, Jalan Raya Ciamis km 13. Biasanya di warung ini Timo bisa menghabiskan pepes ikan gurame dan nilem yang sangat khas.

Dari Gombong, kami bertolak ke Solo, menghadiri pernikahan ponakan istri, 31 Desember 2017. Momen ini sungguh bersejarah sebab mertua kami menyaksikan pernikahan cucunya. Ya, tahun 2017 memang berkesan karena di pertengahan tahun, mertua juga merayakan ulang tahun pernikahan emas.

Akhirnya, kalender pun berganti. Masuk ke tahun 2018 dan salah satu hadiah tahun baru terindah adalah Timo benar-benar pulih. Dalam perjalanan kembali ke Bandung, Rabu 3 Januari 2018, di Warung Jeruk, Timo makan dengan lahap.

Hati ini kembali diingatkan bahwa Tuhan membuat semua indah pada waktunya. Kesabaran dalam mengikuti proses yang ada sambil terus mensyukuri semua yang telah diberikan Tuhan adalah kunci menghadapi segalanya. Bagaimana menurut Anda? ***

 

 

* Best Selling Author, Motivational Teacher, Leadership Trainer & Coach The John Maxwell Team. Klik www.pauluswinarto.com.