Konon suatu ketika Sang Budha pernah berkata, “Dunia ini penuh kesedihan. Dan akar dari semua kesedihan itu adalah keinginan.” Saya setuju dengan Budha. Tapi, seorang teman kemudian bertanya, “Apakah itu serta – merta berarti kita tak boleh punya cita – cita yang tinggi?” Dengan nada enteng saya memberikan jawaban versi saya. “Oh, tentu boleh. Malah hidup tanpa cita – cita membuat hidup kita hampa, tak punya arah tujuan. Bukankah hidup ini akan selalu bermakna kalau orang punya sesuatu yang ia perjuangkan dan seseorang yang ia cintai? Something to do and someone to love,” begitu reaksi saya.

Lalu, bagaimana cara saya menikmati hidup ini? Jawabnya adalah kembali ke saat ini karena yang nyata adalah saat ini (the real is in the present). Saya amat berutang budi kepada Pastor Anthony de Mello, SJ yang telah menyadarkan pentingnya saat ini. Detik ini! Menurut beliau, orang yang bahagia adalah orang yang tidak hidup di masa lalu atau di masa depan.

Dalam bahasa sederhana, orang yang bahagia tidak terpaku akan kenangan indah masa lalu (nostalgia). Ia berani melepaskan masa lalunya (past). Ibarat seorang supermodel kelas dunia yang sekarang menjadi nenek dan tidak lagi risau serta selalu membayangkan ketika ia muda dulu. Ia juga berani menerima keadaan dirinya sekarang, apa adanya. Ia tidak lengket terhadap apa pun.

Orang yang bahagia juga tidak hidup di masa depan (future). Artinya, dia tidak akan pernah berkata, “Saya baru akan bahagia seandainya saya sudah memiliki…” Ia sadar bahwa yang nyata adalah saat sekarang. Ia menghayati betul nasihat bijak berikut:

Yesterday is a history

Tomorrow is a mistery

Today is a gift

That’s why we call it present

Orang yang bahagia senantiasa dapat bersyukur. Ya, bersyukur karena masih diberi anugerah esensial bernama kehidupan. Ia sadar kalau ia sedang bernapas. Ia tentu orang yang punya cita – cita dan bertekad untuk meraihnya setahap demi setahap. Tidak serakah dan tidak berpikiran instant. Ia ingat pesan tokoh periklanan Indonesia, Ken Sudarto: Dream Big, Start Small & Act Now! Orang yang bahagia adalah orang yang benar – benar merdeka.

Dikutip dari buku KETIKA IA MENYAPAKU, Paulus Winarto, Obor. Informasi lebih lanjut, klik www.pauluswinarto.com