Oleh: Paulus Winarto *
Rasa percaya diri tidak dibangun dalam waktu semalam. Rasa percaya diri terbangun seiring proses pertumbuhan untuk menjadi lebih baik.
“Rasanya hampir mustahil saya dapat melakukan interview dengan para pelamar kerja yang pendidikan formalnya jauh di atas saya,” begitu curhat seorang pemudi –sebut saja Erna. Latar belakang pendidikan formal sebagai lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) membuat Erna merasa keder manakala ia harus melakukan wawancara kerja dengan calon karyawan yang umumnya bergelar sarjana S2.
Dalam percakapan kami via surat elektronik, Erna yang bekerja di bagian rekrutmen sebuah perusahaan mengakui bahwa ia berada pada posisi yang sulit. “Saya menjadi tidak percaya diri (PD). Menurut Bapak, bagaimana cara menghadapinya,” tanyanya. Saya mencoba memberikan beberapa pandangan untuk mengatasi krisis PD. Berikut jawaban saya:
Bu Erna untuk menjadi percaya diri diperlukan sebuah proses. Cobalah untuk melakukan hal berikutt
- Perkuat kompetensi Anda. Semakin Anda bertumbuh, semakin PD Anda.
- Self talk. Bicaralah hal-hal positif kepada diri Anda.
- Beri reward kepada diri Anda sendiri. Jika tugas selesai atau target tercapai, manjakanlah diri Anda secara wajar.
- Perkuat keyakinan bahwa “Bu Erna berharga di mata Tuhan”.
Rupanya saran saya ini tidak memuaskan beliau. Kembali ia mengirimkan email yang isinya kurang lebih seperti ini:
Tetapi Pak, saya sering berpikir, apakah hal yang wajar bila seorang anak remaja yang cuma lulusan SMK bisa menginterview orang yang jenjang pendidikannya jauh lebih tinggi? Hal ini membuat nyali saya menciut. Suatu ketika, saya sudah menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk menginterview calon pelamar yang sarjana. Sayangnya, begitu berhadapan muka, saya langsung mati gaya. Seketika itu saya menjadi gugup dan malu. Dalam hati saya bertanya, “Apa lagi yang perlu saya tanyakan padahal beliau yang memiliki gelar sarjana dan pengalaman kerja yang memadai?” Mohon berikan solusi yang detail Pak.
Saya kemudian membalas e-mailnya dan memberikan beberapa wawasan penting.
Itu soal keyakinan saja. Persis seperti nasihat bijak yang mengatakan,”Terjadilah padamu menurut imanmu.” Jika Anda memang merasa tidak layak maka perilaku yang muncul adalah minder. Seharusnya Bu Erna bangga karena Ibu dipercaya untuk melakukan interview. Bayangkan apa yang akan terjadi jika para penyidik KPK atau Polri merasa minder saat memeriksa tersangka korupsi yang gelarnya profesor doktor? Tentu mereka tidak akan bisa bekerja secara maksimal. Jika pola pikir “gelar sarjana ada hubungannya dengan rasa PD” masih terus membuat Ibu galau, mungkin perlu juga dipikirkan untuk mengambil kuliah (misalnya kelas karyawan).
Akhirnya, ia dengan jujur mengakui bahwa yang membuatnya minder adalah ia bukan sarjana. Para ahli psikologi sering mengaitkan antara bagaimana kita memandang diri kita dengan kinerja kita. Kita kerap bertindak sesuai dengan gambaran diri kita. Jika kita berpikir dan merasa diri kita pantas untuk melakukan sesuatu, respon yang muncul adalah kita akan melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Singkatnya, apa yang terjadi di luar diri kita (perilaku dan tindakan) adalah hasil dari yang terjadi di dalam diri kita (pola pikir).
Proses Menjadi PD
Eddy Efendy telah 27 tahun berpengalaman sebagai tour leader. Konsistensinya menekuni bisnis ini membuatnya menjadi orang yang bukan hanya ahli tapi juga sangat percaya diri dalam bidangnya. Apakah semua itu terjadi secara otomatis? Tentu saja tidak, apalagi Eddy sendiri bukanlah seorang sarjana dalam bidang tersebut.
Selepas SMA, Eddy melanjutkan studi di Jurusan Usaha Perjalanan Wisata, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta. Menjelang akhir masa kuliah, Eddy telah bekerja di sebuah perusahaan tour and travel ternama di Jakarta. Hanya dalam waktu beberapa bulan, Eddy sudah dipercaya bosnya untuk memimpin rombongan tur alias menjadi tour leader.
Keasyikan bekerja ditambah penghasilan yang terbilang bagus, membuat Eddy malas untuk kembali ke kampus. Alhasil ia tidak menyelesaikan kuliahnya yang sebenarnya hanya tinggal tahap skripsi. Yang menarik, Eddy kini justru menjadi pengajar di mana-mana, termasuk di almamaternya dulu.
Tahun 2016 ini, bersama rekan-rekannya di ITLA (Indonesian Tour Leaders Association), Eddy yang menjabat sebagai Wakil Ketua bidang IT, ikut mendirikan Program Pendidikan Tour Leader. Program pendidikan aplikatif yang berlangsung selama 5 bulan ini digagas bersama Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional LIA, Jakarta.
Pernahkah Eddy mengalami krisis PD? “Tentu saja. Krisis PD terjadi di masa awal kerja. Ya, kira-kira satu tahun pertama. Namanya juga masih baru, jadi pengetahuan dan pengalaman masih minim. Apalagi sebagai tour leader kita harus membawa tamu yang secara status, jenjang sosial dan jenjang pendidikan, jauh lebih tinggi dari kita,” tuturnya.
Menurut Eddy, kiat paling ampuh untuk mengatasi krisis PD adalah dengan terus belajar dan bertumbuh. “Semakin kita menguasai bidang pekerjaan kita, semakin PD kita,” kata Eddy. Baginya menjadi seorang tour leader yang baik identik menjadi seorang pelayan yang dapat diandalkan. “Intinya, saya harus bisa melayani tamu dengan baik. Semakin hari harus semakin baik. Untuk itu saya harus terus belajar dan mendalami profesi saya. Caranya dengan belajar dari pengalaman, baca buku, bergaul dan belajar dari para senior,” lanjut pemilik Synergy Production Travel & Events. ***
* Best Selling Author, Motivational Teacher, Leadership Trainer & Coach The John Maxwell Team. Klik www.pauluswinarto.com.