Oleh: Paulus Winarto *

Sad-Boy-Wallpaper

Banyak manusia yang seringkali tidak menyadari bahwa ia sedang merusak dirinya sendiri dan masa depannya. Sebaliknya, jika manusia ingin hidupnya memiliki arti maka ia harus melakukan pilihan secara sadar dan menjalaninya dengan sungguh-sungguh.

Sudah lebih dari dua jam saya duduk mendengarkan curhat seorang pemuda, sebut saja Ton. Salah satu kalimat yang berkali-kali keluar dari mulutnya adalah sebuah pertanyaan tanda galau tingkat tinggi, “Masih mungkinkah saya memiliki masa depan yang cerah?”

Di satu sisi, sangat wajar jika Ton bersikap pesimis. Beberapa tahun lalu, harapannya untuk meraih gelar sarjana di sebuah kampus bergengsi di Bandung pupus sudah. Prestasi akademik yang bagus ditambah bantuan beasiswa dari kampus rupanya tidak mampu menolong Ton untuk meneruskan studinya. “Semuanya bermula dari perselingkuhan ayah sehingga keluarga kami tidak terurus,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Sebagai anak broken home, saya mencoba berempati kepadanya. Ia pun melanjutkan curhatnya, “Terkadang kalau melihat foto teman-teman kuliah dulu sudah memakai toga, saya cuma bisa bersedih. Kapan saya bisa seperti mereka? Masih mungkin ngga saya bisa kuliah lagi?”

Sontak saya menjawab, “Mengapa tidak? Kamu masih sangat muda. Jalan masih sangat panjang. Belajarlah untuk bersikap optimis sebab pesimis tidak akan membantumu. Malah sikap pesimis akan memperburuk keadaanmu tanpa kamu sadari.”

Memang, sejak ayah Ton berselingkuh, kondisi keluarga berantakan. Tidak hanya secara ekonomi tapi juga mental. Hidup jadi serba tak pasti. Beruntung ada secercah harapan datang dari seorang rekan. Ton diberikan pekerjaan sebagai pegawai magang. Rasa percaya diri pun perlahan mulai muncul kembali. Yang membanggakan, ia tidak lupa untuk berbagi dengan adik dan ibunya. “Sebagian gaji selalu saya kasih ke mereka sebagai tanda saya mengasihi mereka,” ujar Ton. Luar biasa! Salut!

Sayangnya, sesekali gambaran kelam masa silam kembali terlintas di benaknya. Gambaran yang secara tidak sadar membuatnya menyalahkan situasi dan orang lain. Alhasil, ia kerap masuk kembali ke kubangan luka masa lalu.

Jangan pernah menyalahkan siapa pun. Berjuanglah dengan tekun sebab 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun lagi, kamu akan menjadi orang yang paling menikmati keberhasilan hidupmu. Sebaliknya jika kamu terus terpuruk, 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun lagi, kamu hanya akan merasakan hal-hal negatif. Jangan pernah menyengsarakan dirimu sendiri,” saran saya.

Saya pun mengajaknya untuk berfokus pada apa yang saat ini ada padanya, “Pekerjaan yang saat ini dipercayakan kepadamu adalah anugerah dari Tuhan. Jangan pernah menyia-nyiakan itu. Bekerjalah dengan sungguh-sungguh. Berdoalah dengan sungguh-sungguh. Belajar juga untuk mengampuni dengan sungguh-sungguh. Niscaya kamu akan melihat masa depanmu yang cerah.”

Secara pribadi saya sangat menyakini, siapa pun yang mempermainkan kehidupan, suatu hari nanti kehidupan akan mempermainkannya. Jika seseorang serius dengan hidupnya, cepat atau lambat, kehidupan akan memberikan upah yang manis kepadanya. Ini selaras dengan hukum tabur tuai. Apa yang kamu tabur akan kamu tuai!

R.A.O. in Daily Life

Bersikap sungguh-sungguh harus dilakukan setiap hari. Mengambil sebuah keputusan memang lebih mudah. Namun berkomitmen untuk melaksanakannya setiap hari bukanlah perkara mudah. Komitmen yang kuatlah yang bisa menjaga agar ada kesungguhan dalam melaksanakan keputusan hari demi hari.

John C. Maxwell memberikan inspirasi tentang bagaimana proses menjalani hidup dengan sungguh-sungguh, yaitu dengan menelusuri R.A.O. dalam kehidupan sehari-hari:

  • What are my Responsibilities? – This helps identfy what you should do.

  • What are my Abilities? – This helps identify what you can do.

  • What are my Opportunities? – This helps identify what you could do.

Jadi R.A.O. berbicara tentang 3 hal penting dalam hidup yakni tanggung jawab (responsibilities), kemampuan (abilities) dan kesempatan (opportunities). Ketiga hal ini senantiasa hadir dalam hidup sehari-hari namun sayangnya karena kurangnya kepekaan hati seringkali tidak disadari sehingga tidak ditindaklanjuti dengan sungguh-sungguh. Sebagai akibatnya, terjadilah salah satu dari konsekuensi berikut:

Pekerjaan yang tidak tuntas.

Potensi yang tidak dimanfaatkan secara maksimal.

Kesempatan berharga yang hilang begitu saja.

Apa yang seharusnya Anda lakukan, apa yang dapat Anda lakukan dan apa yang bisa Anda lakukan, seharusnya menjadi pengingat agar setiap hari tidak berlalu dengan sia-sia. Setiap hari, setiap individup pasti memiliki R.A.O-nya masing-masing. Misalnya hari ini, secara pribadi saya memiliki tanggung jawab sebagai suami, ayah, penulis kolom, trainer, dst. Hari ini saya juga memiliki kemampuan untuk mencari informasi dan menyelesaikan artikel ini. Hari ini saya juga memiliki kesempatan untuk menunjukkan rasa cinta kepada istri dengan membuatkannya secangkir kopi Flores yang nikmat. Lalu pada siang hari, saya dan istri memiliki kesempatan untuk menjemput anak-anak pulang sekolah.

Sebagai trainer saya harus mencari bahan-bahan bermutu untuk pelatihan yang akan berlangsung beberapa waktu ke depan. Ada sejumlah referensi yang harus saya baca. Ada video dan audio book yang harus saya dengarkan. Setelah itu, sesuai dengan talenta saya, saya harus mampu mensarikannya ke dalam sepaket bahan training (berupa powerpoint dan beberapa klip pendukung).

Akhirnya, sebagai teman, perkenankanlah saya bertanya, “Apa saja R.A.O. Anda hari ini?” ***

* Best Selling Author, Motivational Teacher, Leadership Trainer & Coach The John Maxwell Team. Klik www.pauluswinarto.com.