Oleh: Paulus Winarto *
The man who keeps busy helping the man below him won’t have time to envy the man above him
– Henrietta Mears
Jika Anda seorang presiden direktur perusahaan asing, bagaimana perasaan Anda jika tiba-tiba dalam sebuah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Anda diputuskan untuk turun jabatan? Setelah diselusuri lebih jauh, turunnya jabatan itu bukan karena tidak berprestasi, atau cacat karakter namun pemegang saham melihat ada orang yang lebih pantas menduduki posisi sebagai orang nomor satu di perusahaan tersebut demi mengakselerasi kinerja perusahaan. Singkat kata, para pemegang saham telah sepakat untuk “mengimpor” calon presdir baru dari luar negeri yang telah terbukti berhasil memajukan brand perusahaan tersebut di negara asalnya.
Tentu saja Anda akan kaget, bahkan mungkin marah. Jika pengendalian emosi Anda cukup baik, sedikitnya aura kegelisahan akan terlihat dengan sangat jelas. Apalagi prestasi Anda di perusahaan terbilang baik. Beberapa tahun lalu ketika baru bergabung market share produk perusahaan Anda masih sekitar dua persen di Indonesia. Berkat kerja keras Anda dan seluruh tim, setidaknya market share naik lebih dari 300 persen.
Hal itulah yang dialami oleh seorang sahabat saya. Sebut saja Yopi. Orangnya memang kalem sehingga lebih mudah menciptakan suasana kerja yang nyaman dan menyenangkan. Ia tidak banyak berbicara tapi banyak berbuat. Ketika saya tanyakan reaksinya turun jabatan menjadi direktur, dengan santai ia berujar, “Saya selalu bersyukur dan saya punya prinsip tidak mengejar jabatan, Bro. Yang terpenting, saya sudah berbuat yang terbaik untuk perusahaan dan membawa perusahaan ini lebih berkembang di Indonesia.”
Berbeda dengan kebanyakan orang yang bisa jadi segera meninggalkan perusahaan ketika turun jabatan, Yopi memutuskan tetap bertahan di sana, sesuai dengan permintaan kantor regionalnya. Saya kemudian memberanikan diri menanyakan hal yang bersifat pribadi, “Adakah pengurangan gaji, bonus atau fasilitas setelah turun jabatan?” Sambil tersenyum, ia menjawab, “Itulah baiknya Tuhan. Tidak ada yang berkurang malah ditambahkan retention bonus karena perusahaan melihat saya masih dibutuhkan. Semula mereka khawatir saya akan mengundurkan diri karena mereka kira saya semata-mata mengejar jabatan. Para pemegang saham juga meminta kesediaan saya menjadi mentor bagi presdir baru agar ia bisa lebih cepat beradaptasi dengan situasi dan kondisi Indonesia. Bagaimana pun ada perbedaan culture antara Indonesia dan negara asal beliau.”
Percakapan kami semakin hangat manakala Yopi juga mengungkap sisi positif lain dari peristiwa ini, “ Saya percaya juga bahwa ini adalah yang terbaik dari Tuhan. Sekarang saya lebih punya banyak waktu keluarga. Work life balance, Bro.”
Belenggu Ambisi
Seringkali tanpa disadari ada emosi atau suasana batin yang membelenggu kita yakni ambisi. Lambat-laun jika tidak dikendalikan dengan baik, ambisi dapat memperbudak seseorang. Anthony de Mello dalam bukunya Jalan Menuju Tuhan, mengatakan, “Berambisi dapat saja menjadi hal yang baik tetapi diperbudak oleh ambisi adalah hal mengerikan.”
Betul kata de Mello, burung yang cacat tidak dapat terbang namun burung yang terikat pada dahan pohon pun tidak dapat terbang. Berhati-hatilah dengan ambisi berlebihan yang pada akhirnya akan mendorong seseorang untuk menghalalkan segala cara demi memenuhi ambisinya.
Bagaimana cara memerdekan diri dari ambisi? Simak tips dari de Mello berikut:
Jika Anda begitu melekat sehingga merasa bergantung dan posesif terhadap sesuatu sehingga Anda tidak mau melepaskan diri darinya, cobalah melakukan latihan berikut. Berbicaralah kepada orang atau hal-hal tertentu itu, benda-benda, tempat, jabatan, hal-hal yang begitu berharga bagi Anda dan sulit untuk dilepaskan sehingga memperbudak Anda. Katakan dengan penuh kasih, apa artinya dia bagi Anda. Pada mulanya, Anda mungkin akan merasa sakit, jangan dipaksakan kalau terlalu menyakitkan, biarkan saja. Ulangi lagi kalau Anda sudah lebih siap dan tambahkan kata-kata sebagai berikut, “Engkau amat berharga bagi saya, amat saya sayangi dan engkau sangat indah, tetapi engkau bukan kehidupan saya, saya punya kehidupan yang harus saya jalani, suatu tujuan yang harus saya penuhi yang terpisah darimu.”
Ya, berani mengambil sikap untuk memerdekan diri dari ambisi akan meringankan langkah Anda ke depannya. Sikap Yopi yang tidak ngotot dengan ambisinya untuk tetap menjadi orang nomor satu tentu tidak lepas dari filosofi hidup yang dianutnya selama ini. “Saya selalu bersyukur dalam segala hal. Sebetulnya saya ini bukan siapa-siapa. Saya nothing to lose saja. Selama mereka masih melihat bahwa saya masih dibutuhkan di perusahaan ini, saya terima dengan pikiran positif karena di mana pun saya berada, saya harus bisa menjadi berkat bagi orang lain. Bagi saya, perusahaan harus terus maju siapa pun presdirnya karena dengan berkembangnya perusahaan akan memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi teman-teman sebangsa.”
Y.B. Mangunwijaya dalam bukunya Ragawidya (Religiositas Hal-hal Sehari-hari) menuturkan sisi spiritual sebuah pekerjaan:
Tetapi sifat kerja kita seharusnya juga bukan serba “membanting tulang, cari sesuap nasi belaka” atau bahkan lebih celaka lagi: “adu kuat, siapa paling keras memukul, dialah yang menang”, (yang terkenal dengan istilah Inggris: survival of the fittest). Bukanlah kehendak Tuhan kita bekerja seperti binatang atau mesin. Atau untuk menang jaya terhadap orang lain, tetapi agar kita memenuhi sebanyak mungkin harapan yang telah terbenihkan di dalam potensi-potensi dan bakat kita masing-masing demi larasnya keseluruhan masyarakat keliling, dan akhirnya demi sumbangan kita untuk suatu dunia baru yang semakin maju, meningkat, tetapi laras harmonis.
Pada bagian lain, Albert Schweitzer pernah mengilustrasikan dengan indah, “Apa pun pekerjaan yang dipilih seseorang untuk dikejar, orang itu harus memastikan bahwa pekerjaan itu bisa menjadi suatu sarana untuk melayani orang lain karena itulah yang akan memberikan kepuasaan jangka panjang.” Sekarang, tanyakan pada diri kita masing-masing, sejauh mana kita memaknai bahwa pekerjaan yang kita miliki adalah sebuah anugerah kemerdekaan untuk melayani orang lain? ***
* Best Selling Author, Motivational Teacher and Leadership Trainer. Klik www.pauluswinarto.com.