Oleh: Paulus Winarto *
Keterbukaan hati disertai kepekaan untuk menangkap berbagai peristiwa dan fenomena alam dapat memberikan berbagai inspirasi dan motivasi untuk kehidupan yang lebih baik.
– Paulus Winarto
Sungguh terkesima! Tampaknya dua kata itu yang sanggup menggambarkan apa yang ada di hati dan pikiran saya, siang itu. Bagaimana tidak, sepanjang hidup, saya belum pernah melihat pemandangan alam seindah gugusan pulau karang di Piaynemo, Raja Ampat. Rasa syukur bersalut sukacita membuat panas terik siang itu seakan tak ada artinya lagi.
Ceritanya bermula, usai saya menjalani tugas negara dalam rangka Pelatihan Motivasi dan Kepemimpinan untuk Bhayangkari Polres Sorong Kota, awal Maret 2018. Sang Kapolres, AKBP Mario Siregar yang adalah murid saya di Sespim Polri tahun 2015, memberikan semacam reward kepada saya dan asisten (Christian Werinussa). “Sudah sampai Sorong, Abang mainlah ke Raja Ampat,” katanya kepada saya.
Sebenarnya, saya lahir di Sorong, Papua Barat. Namun selepas SMP, tahun 1991, saya telah merantau ke Bandung dan menetap di Bandung hingga saat ini. Semasa masih di Sorong, saya belum pernah menginjakkan kaki di Raja Ampat yang dahulu kala masih masuk bagian dari Kabupaten Sorong, sebelum mekar dan menjadi kabupaten sendiri. Memang dahulu kala, Raja Ampat masih sangat sepi, tidak seperti hari ini yang begitu ramai dikunjungi para wisawatan, termasuk dari manca Negara. Kadang ada rasa penasaran juga, seindah apa jika saya bisa melihat langsung Raja Ampat.
Terus terang, mahalnya biaya transportasi plus lamanya perjalanan membuat banyak teman yang kerap berpikir ulang untuk berwisata ke Raja Ampat. Sekilas saya menghitung, diperlukan biaya minimal 10 juta, dari Jakarta untuk dapat berwisata secara nyaman ke Raja Ampat. “Dengan uang segitu, mending gua ke Hongkong atau Korea,” kata beberapa teman. Namun, pengalaman menikmati indahnya alam di ujung timur bumi pertiwi tidak akan pernah bisa disamakan dengan berwisata ke manca negara. Anda bisa membuktikannya setelah melihatnya sendiri, suatu hari nanti.
Perjalanan memang sungguh memakan waktu. Penerbangan langsung Jakarta – Sorong saja memakan waktu sekitar 4 jam, 15 menit. Begitu tiba di Sorong, kita harus melanjutkan perjalanan sekitar 2 jam dengan kapal (sejenis yacht berkapasitas sekitar 300 penumpang) ke Waisai, Ibukota Raja Ampat. Sayangnya, jadwal kapal menuju Waisai ini hanya ada 2 hingga 3 kali setiap hari. Keesokan harinya, dari pagi hingga sore hari, baru kita bisa menikmati spot-spot wisata di Raja Ampat menggunakan speed boat. Yang paling favorit adalah Piaynemo.
Perjalanan dari Waisai menuju Piaynemo ditempuh dalam waktu sekitar 90 menit. Saya dan Christian ditemani oleh Marthin Aragae, anggota Polisi Perairan Polres Raja Ampat serta Rahman, seorang pemuda yang gesit dan energik. Selama perjalanan, kami banyak bersenda gurau. Keduanya juga dengan sabar dan antusias menceritakan serba-serbi Raja Ampat.
Hati ini sungguh bergetar manakala kapal yang kami tumpangi memasuki kawasan Piaynemo. Saya meminta Marthin untuk mendekat ke salah satu pulau karang untuk cuci mata. Kami kemudian berjalan menaiki bukit karang agar dapat melihat spot pertama yaitu Telaga Bintang. Tidak ada tangga menuju puncak. Kami harus mendaki dengan sangat hati-hati sebab bebatuannya sangat tajam, namun begitu sampai di puncak, nikmatnya luar biasa.
Siang itu, Christian berhasil memprovokasi saya untuk membuat beberapa video singkat untuk kemudian saya posting di akun Instagram @pauluswinartoofficial. Misalnya pada saat di Telaga Bintang, saya membuat video yang isinya bercerita bahwa siapa pun kita bisa menjadi bintang dalam hidup ini. Ya, bintang untuk menyinari kehidupan orang lain. Asalkan kita mau terus belajar dan bertumbuh, maka hidup kita pun bisa semakin bermanfaat bagi sesama.
Dari Telaga Bintang, kami bertolak ke spot paling favorit: Top View of Piaynemo. Pemandangan di puncak Piaynemo ini sungguh indah, tapi ada syaratnya, kami harus menaiki sekitar 300 anak tangga. Kalau berjalan santai, ya, butuh waktu sekitar 10 hingga 15 menit.
Begitu tiba di puncak, saya berdiam sejenak, menikmati segala hal baik yang dikaruniakan Tuhan, saat itu. Udara yang begitu segar, aroma laut yang terhirup oleh angin yang berhembus, keheningan karena lepas dari hiruk-pikuk kebisingan kota, serta mata yang dimanjakan oleh keindahan karya Sang Maha Kuasa.
Ada satu hal yang menggelitik hati saya dan kemudian saya jadikan video singkat. Perjalanan menuju puncak keberhasilan tidak selalu mudah. Ada proses yang membutuhkan kerja keras, ketekunan, komitmen, disiplin dan lain-lain, namun fokuskan diri kita pada impian kita. Manfaat yang bisa kita dapatkan ketika impian terwujud bisa menjadi motivasi atau daya dorong yang mengagumkan. Sama seperti halnya ketika kita menaiki ratusan anak tangga menuju Top View of Piaynemo, hati dan pikiran kita fokuskan pada betapa indahnya pemandangan di puncak tersebut.
Oya, di tengah-tengah proses perjalanan menuju Top View of Piaynemo, ada sebuah batang pohon yang melintang dan menghalangi para pendaki. Begitu pun dengan hidup kita, terkadang ada hambatan atau penghalang dalam meraih impian. Tapi, kita harus terus berusaha, berjuang dan berdoa penuh iman. Intinya, jangan pernah menyerah! Sekiranya Tuhan sungguh menghendaki, semua akan indah pada waktunya.
Saat tulisan ini dibuat, saya telah kembali berada di Bandung. Panas teriknya Raja Ampat, dua pekan lalu, membuat kulit tangan dan kaki saya yang “terbakar” mulai mengelupas. Perlu waktu untuk membentuk kulit baru. Semua hal baik memang membutuhkan proses. Yang pasti kenangan indah di Piaynemo, Raja Ampat, akan selalu menjadi bagian indah dari hidup saya.
Pengalaman itu semakin menyadarkan saya akan kebesaran Tuhan dan betapa kita harus selalu bersyukur, menikmati segala hal yang dikaruniakan kepada kita, serta menjaga kelestarian alam ciptaan-Nya bagi generasi mendatang. Bagaimana menurut Anda? ***
* Best Selling Author, Motivational Teacher, Leadership Trainer & Coach The John Maxwell Team. Klik www.pauluswinarto.com.